Kom HAK KWI Sosialisasikan Pedoman Kerja, Dorong Penguatan Gerakan Kerukunan di Keuskupan Tanjungkarang

Sekretaris Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan Konferensi Waligereja Indonesia (Kom HAK KWI), Romo Aloysius Budi Purnomo Pr saat menerima cinderamata dari Ketua Komisi HAK dan Kerawam Keuskupan Tanjungkarang, Romo Roy.
RADIO SUARA WAJAR, BANDAR LAMPUNG -— Sekretaris Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan Konferensi Waligereja Indonesia (Kom HAK KWI), Romo Aloysius Budi Purnomo Pr, menjelaskan bahwa kegiatan sosialisasi pedoman Komisi HAK KWI bertujuan untuk memperkuat arah, semangat, dan koordinasi gerakan kerukunan lintas iman di berbagai keuskupan di Indonesia.
“Dari KWI, tujuan utama adalah sosialisasi pedoman, bahwa kita berjalan itu ada pedomannya, ada orientasinya, ada hal-hal praktis, ada prinsip-prinsip teologis, dan spiritualitas yang menjadi acuan kita,” kata Romo yang akrab disapa Romo Budhenk, usai acara Sosialisasi Pedoman Komisi HAK KWI yang digelar di Gereja Santa Maria Immaculata, Way Kandis, Tanjung Senang, Bandar Lampung, Kamis (23/10/2025).
Acara tersebut merupakan kerja sama antara Komisi HAK KWI dengan Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan (HAK) dan Kerasulan Awam (Kerawam) Keuskupan Tanjungkarang.
Romo Budhenk menjelaskan, selain sosialisasi pedoman, kegiatan ini juga bertujuan untuk menggerakkan dan menjiwai berbagai inisiatif di keuskupan-keuskupan agar semakin berbuah.
“Kita menganimasi, menggerakkan, mendorong, menjiwai, supaya apa yang sudah baik di keuskupan-keuskupan semakin berkembang. Kalau belum ada, semoga terinspirasi untuk diadakan,” ujarnya.

Ia mencontohkan sejumlah inisiatif positif dari berbagai daerah seperti Labuan Bajo, Malang, Pontianak, dan Palangkaraya, yang menjadi bukti nyata sinergi gerakan sosial dan lintas iman di tingkat lokal.
Lebih lanjut, Romo Budhenk menekankan pentingnya pembentukan struktur Komisi HAK yang sesuai pedoman KWI di setiap keuskupan.
“KWI punya model dan pedoman. Harapannya, di setiap keuskupan juga terbentuk model serupa. Kadang ada keuskupan yang belum punya Ketua Komisi HAK. Padahal di keuskupan baru seperti Labuan Bajo sudah ada, meskipun dirangkap oleh Vikjen. Kami dorong supaya jabatan ini tidak dirangkap, karena bisa menimbulkan konflik kepentingan dan beban kerja berat,” jelasnya.
Menurutnya, pengalaman menunjukkan bahwa rangkap jabatan dapat menghambat efektivitas kerja komisi.
“Misalnya saat rapat pleno, yang bersangkutan juga harus hadir di kegiatan komisi lain. Itu tidak mudah,” tambahnya.
Romo Budhenk menutup penjelasannya dengan menekankan semangat belajar dan saling menginspirasi antar-keuskupan. “Saya sendiri belajar dari setiap keuskupan. Pasti ada hal-hal baik yang bisa diangkat dan menginspirasi tempat lain. Dengan saling berbagi praktik baik, kita bisa terus menghadirkan kerukunan,” pungkasnya.***
Kontributor : Sr. Fransiska FSGM/Robertus Bejo




