Universitas Katolik Asia memperkuat ‘inklusivitas agama’

Uskup Agung Jakarta Mgr Ignatius Suharyo
RADIO SUARA WAJAR – Para anggota Asosiasi Sekolah Tinggi dan Universitas Katolik Asia Timur dan Asia Tenggara (ASEACCU) berkumpul di Semarang belum lama ini menyerukan untuk hidup berdampingan dengan agama lain selama konferensi dan kamp mahasiswa.
Dengan tema “Pendidikan Tinggi Katolik dan inklusivitas agama,” Universitas Katolik Soegijapranata Semarang, Jawa Tengah, menjadi tuan rumah kamp mahasiswa.
Acara ini dihadiri oleh para rektor, administrator, tamu dan ketua senat mahasiswa dari universitas-universitas Katolik di Australia, Kamboja, Indonesia, Jepang, Filipina, Korea Selatan, Taiwan, dan Thailand.
Uskup Agung Jakarta Mgr Ignatius Suharyo, ketua presidium Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), menggarisbawahi transformasi sosial dalam paradigma pendidikan Katolik untuk membangun inklusifitas agama.
“Universitas-universitas Katolik harus bertanggung jawab dalam pembentukan mahasiswa mereka sehingga selama studi mereka bisa memahami dan menginternalisasi nilai-nilai kemanusiaan yang mendasar,” kata Uskup Agung Suharyo seperti di lansir ucanews.com.
“Lembaga pendidikan tinggi harus mencari cara-cara agar setiap orang terlibat di universitas Katolik, siapa pun dia, mengalami transformasi yang akan membentuk dia untuk menjadi orang yang lebih dewasa ‘dalam iman akan Kristus’,” katanya.
“Saya berharap bahwa konferensi dan kamp mahasiswa ini akan memperkuat keyakinan kita bahwa koeksistensi agama bukan tidak mungkin,” kata Dr Y. Budi Widianarko, profesor dan rektor Unika Soegijapranata.
Sejalan dengan tujuan “menciptakan kembali makna pendidikan tinggi Katolik dalam masyarakat beragam budaya”, pertemuan itu menyerukan keterbukaan pikiran dan pemahaman iman orang lain.
“Dunia kita memiliki cukup banyak contoh yang menunjukkan bahwa toleransi beragama dan inklusifitas telah menjadi kenyataan hidup. Maka peran pendidikan tinggi Katolik adalah terus membina koeksistensi antara komunitas agama dan keyakinan berbeda,” tambah Widianarko.
Mengikuti ajaran Paus Fransiskus tentang empati, dialog, keterbukaan dan solidaritas, para pemimpin Gereja percaya bahwa universitas-universitas Katolik dapat membuka jalan menuju keharmonisan dan hidup berdampingan secara damai dan kolaborasi di antara kelompok agama berbeda.
Kini ASEACCU berusia 23 tahun dan merupakan “asosiasi universitas-universitas Katolik regional di negara-negara dengan berbagai keadaan geografis, namun tujuannya adalah mempromosikan pendidikan tinggi Katolik dan berkontribusi pada dialog pendidikan di tingkat internasional di luar kawasan Asia Tenggara dan Asia Timur.”