KWI: 70 Tahun Merdeka, Jangan Mengeluh Dengan Keadaan, Tapi Menjadi Lilin-Lilin Kecil
RADIO SUARA WAJAR – Dalam rangka menandai 70 tahun Indonesia merdeka, Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) bersama Komisi Kerasulan Awam KWI menggelar konferensi pers dalam menanggapai sejumlah permasalahan yang menghambat pemenuhan hakekat kemanusiaan dan cita-cita kemerdekaan akibat kurangnya komitmen moral para penyelenggara negara.
“Gereja Katolik memandang bahwa salah satu akar permasalahan yang ada adalah karena kurangnya komitmen moral para penyelenggara negara, pemimpin politik, dan warga terdidik untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan seperti yang telah diamanatkan para pendiri bangsa,” demikian pernyataan pers yang ditandatangani oleh Uskup Agung Jakarta, Mgr Ignatius Suharyo, ketua presidium Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), yang disampaikan dalam konferensi pers di Kantor KWI, Jakarta Pusat, 14 Agustus 2015.
Meskipun Indonesia telah merdeka selama 70 tahun, namun banyak masalah yang dihadapi dalam bidang – politik, ekonomi, hukum dan sosial budaya.
“Hingga kini masih banyak anak bangsa yang belum bisa merasakan cita-cita kemerdekaan, kemiskinan, ketimpangan sosial, pengangguran, keterbelakangan daerah, ketidakadilan hingga kekerasan,” kata Uskup Agung Suharyo.
Dalam menanggapi persoalan tersebut, Uskup Agung Suharyo mengajak umat Katolik ”jangan hanya mengeluh saja atau meratap dengan keadaan, tapi menjadi lilin-lilin kecil yang membawa terang untuk membangun kebaikan bersama.”
Menurutnya, “Semangat yang hidup dan dinamis hanya akan tumbuh dari komitmen moral yang kuat di bidang politik, ekonomi, hukum dan sosial budaya. Selama 70 tahun merdeka, komitmen moral ini masih terasa perlu terus diperkuat agar penyelenggaraan negara semakin bebas dari praktek-praktek korupsi, kolusi, nepotisme dan pragmatisme yang telah menempatkan kepentingan pribadi, golongan dan kelompok di atas kepentingan bangsa.”
Ke depan, lanjutnya, Gereja Katolik mengharapkan Indonesia menjadi sebuah negara yang adil, makmur, tertib dan aman agar cita-cita kehidupan bersama yang berperi kemanusiaan dan berperikeadilan dapat dirasakan oleh semua anak bangsa.
“Dalam perjalanan ke depan, Gereja Katolik memandang bahwa pemerintah dan para pemimpin bangsa harus mulai mengubah mentalitas berkuasa dari yang berorientasi pada proses menjadi yang berorientasi pada hasil.”
Ia mengatakan Gereja Katolik Indonesia sebagai bagian yang integral dari bangsa ini tetap memiliki komitmen yang kuat dan secara terus menerus memberikan kontribusinya bagi perbaikan kehidupan rakyat.
Kasus Gereja St. Clara
Uskup Agung Suharyo mengatakan umat Katolik di wilayah tersebut yang berjumlah sekitar 4.000 orang sudah lama menunggu sebuah gereja. Maka ia mendukung sikap walikota Bekasi yang dengan jelas menyatakan semua warga punya hak yang sama untuk membangun tempat ibadah dan gereja itu telah memenuhi persyaratan Peraturan Bersama (Perber) Dua Menteri tentang Pendirian Rumah Ibadat Tahun 2006.
Menurut Perber tersebut, pendirian rumah ibadat harus memenuhi persyaratan khusus meliputi: a. daftar nama dan Kartu Tanda Penduduk pengguna rumah ibadat paling sedikit 90 (sembilan puluh) orang yang disahkan oleh pejabat setempat sesuai dengan tingkat batas wilayah sebagalmana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3); b. dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60 (enam puluh) orang yang disahkan oleh lurah/kepala desa.
Ia memberikan apresiasi kepada walikota Bekasi tersebut yang sungguh menjalankan fungsinya yang mengayomi semua masyarakat.
Kunjungan Paus Fransiskus
Pekan ini Sekretaris Negara Vatikan, Pietro Kardinal Parolin, orang nomor dua di Vatikan setelah Paus, berkunjung ke Indonesia. Dalam kunjungannya ke Kementerian Agama, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddi mengundang Paus untuk mengunjungi Indonesia.
Menanggapi undangan Menteri Agama tersebut, Mgr Suharyo mengatakan bahwa KWI telah mengajukan undangan kepada Bapa Suci sejak November tahun lalu.
Selain Menteri Agama, Kardinal Parolin bertemu Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Menteri Luar Negeri.
Dalam pertemuan dengan Presiden Jokowi, Kardinal itu menyampaikan kepada Presiden Jokowi bila mengunjungi Eropa, jangan lupa singgah di Vatikan, lanjut Mgr Suharyo, mengutip Duta Besar Takhta Suci Vatikan untuk Indonesia, Uskup Agung Antonio Guido Filipazzi.
Kunjungan Bapa Suci bukan hanya kunjungan pastoral sebagai pemimpin Gereja Katolik, tapi juga kunjungan kenegaraan atas posisinya sebagai kepala Negara Vatikan maka protokoler terkait kunjungan tersebut perlu diatur.
“Wacana untuk mengundang Bapa Suci sudah mulai sejak bulan November tahun lalu, bapak presiden juga sudah tahu bahwa Gereja Katolik ingin mengundang Bapa Suci ke Indonesia. Dan sekarang rupa-rupanya tinggal mengatur secara protokoler,” kata Mgr Suharyo.(indonesia.ucanews.com)