Renungan Harian Senin, 27 Agustus 2018
PW St Monika, Wanita Kudus
INJIL: Luk 7,11-17
Kemudian Yesus pergi ke suatu kota yang bernama Nain. Murid-murid-Nya pergi bersama-sama dengan Dia, dan juga orang banyak menyertai-Nya berbondong-bondong. Setelah Ia dekat pintu gerbang kota, ada orang mati diusung ke luar, anak laki-laki, anak tunggal ibunya yang sudah janda, dan banyak orang dari kota itu menyertai janda itu. Dan ketika Tuhan melihat janda itu, tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan, lalu Ia berkata kepadanya: “Jangan menangis!” Sambil menghampiri usungan itu Ia menyentuhnya, dan sedang para pengusung berhenti, Ia berkata: “Hai anak muda, Aku berkata kepadamu, bangkitlah!” Maka bangunlah orang itu dan duduk dan mulai berkata-kata, dan Yesus menyerahkannya kepada ibunya. Semua orang itu ketakutan dan mereka memuliakan Allah, sambil berkata: “Seorang nabi besar telah muncul di tengah-tengah kita,” dan “Allah telah melawat umat-Nya.” Maka tersiarlah kabar tentang Yesus di seluruh Yudea dan di seluruh daerah sekitarnya.
RENUNGAN:
Injil hari ini mengisahkan bagaimana Yesus tergerak hatinya melihat penderitaan seorang ibu yang sudah janda yang kehilangan anak satu-satunya. Anak itu dibangkitkannya dan diberikannya kembali kepada ibunya. Bagaimana menarik hikmat dari kisah ini? Sebagaimana kita ketahui bahwa Yesus semakin dikenal sebagai orang yang direstui Yang Mahakuasa untuk mendatangi orang-orang yang membutuhkan bantuan. Ia semakin dikenali sebagai utusan dari atas sana untuk melepaskan orang-orang dari pelbagai kesulitan.
Penginjil Lukas mengaitkannya peristiwa ini dengan kisah dari Perjanjian Lama yang sudah amat dikenal orang pada zaman itu, yakni kisah Elia menghidupkan kembali anak seorang janda di Sarfat seperti didapati dalam 1Raj 17:17-24. Setelah menghidupkan kembali anak janda dari Nain itu, Yesus pun “menyerahkannya kepada ibunya”. Tindakan ini persis sama dengan yang diceritakan mengenai Elia setelah menghidupkan kembali anak janda di Sarfat. Pembaca awal Injil Lukas akan langsung mengerti bahwa Lukas hendak menjajarkan kedua peristiwa ini. Oleh karena itu dalam Injil ditegaskan, orang-orang yang menyaksikan penghidupan kembali anak di Nain itu menyadari Yesus sebagai seorang besar yang tampil di tengah-tengah mereka. Jelas mereka memahami Yesus sebagai Elia, sang nabi besar yang kini hadir kembali.
Kisah Yesus menghidupkan kembali anak seorang janda di Nain ini bukanlah semata-mata sebagai kisah mukjizat melainkan pula sebagai ungkapan simpati, belarasa Yesus terhadap ibu yang sudah janda itu. Dikatakan bahwa, “ketika Tuhan melihat janda itu, tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan.” Pusat perhatian Injil hari ini pada perjumpaan Yesus dengan sang ibu, bukan terutama pada penghidupan kembali anak yang mati itu.
Pembaca zaman kini sebaiknya berusaha mendekati warta petikan ini dengan menyadari dua hal berikut ini: Pertama. Lukas menampikan Yesus sebagai utusan ilahi yang penuh kuasa. Kata-katanya cukup untuk memanggil kembali orang yang sudah mati: “Hai anak muda, Aku berkata kepadamu, bangkitlah!” (ayat 14). Dan langsung terjadi demikian. Kematian pun tidak dapat menghalangi pendengaran anak muda itu. Kedua, pembaca zaman sekarang akan menarik manfaat dari petikan Lukas kali ini bila mencoba mengenali bagaimana sang utusan ilahi itu ialah seorang manusia. Bisa ikut merasakan kesedihan, da tidak tahan melihat seorang sesama yang kehilangan satu-satunya harapan kehidupannya – anak tunggal sang janda tadi. Inilah tokoh yang diwartakan Injil sebagai yang diikuti orang banyak, dan kita juga di zaman lain, di tempat lain. Keilahian menjadi nyata. Bukan dalam sisi yang mengagetkan, yang menakjubkan, melainkan sisi yang amat manusiawi.
Ada satu seluk beluk lain yang menarik bagi tafsir. Peristiwa dalam Injil kali ini dikisahkan terjadi di kota yang bernama Nain, artinya “menyenangkan”, atau “enak dipandang”. Kejadian yang disampaikan Lukas ini memberi kesenangan, enak diceritakan, didengar, semakin dikisahkan semakin mendatangkan nikmat. Mengapa? Karena kisah ini dengan mudah menjadi jalan untuk memandangi bagaimana Tuhan “tergerak hari-Nya oleh belas kasihan” dan menjalankan yang dapat dijalankannya: mendekati usungan, menyentuhnya, dan memanggil anak mudah yang sudah mati itu untuk bangun!
Disebutkan tadi semua ini terjadi di “pintu gerbang kota” dan harus dimengerti bukan hanya pintu atau gapura kota saja, melainkan pula pelataran, suatu tempat terbuka. Di situ Yesus ditampilkan sebagai pemimpin yang hadir menyaksikan kejadian ini dan bertindak sebagaimana layaknya seorang yang wajib melindungi orang-orang yang mendekat padanya. Namun lebih dari itu, Sang pemimpin, Yesus, bukannya didatangi orang-orang, melainkan mendatangi yang membutuhkannya. Inilah yang ditonjolkan Injil kali ini.
DOA:
“Ya Allah Bapa, aku bersyukur kepada-Mu, karena Engkau sudi senantiasa mendatangiku dengan perantaraan putra-Mu, Yesus Kristus. Amin.”***
Oleh : RP Thomas Suratno, SCJ