Serba Serbi Upacara Tawur Agung Kesanga
RADIO SUARA WAJAR – Jelang peringatan Hari Raya Nyepi, seluruh umat Hindu di Indonesia melaksanakan serangkaian ritual adat. Pelbagai sesajen dari buah-buahan, beras berbagai warna, hingga air suci telah dipersiapkan sebagai persembahan kepada Ida Sang Hyang Widhi Tuhan Yang Maha Esa.
Tahun Baru Saka adalah salah satu hari besar yang dirayakan oleh umat Hindu di seluruh dunia. Sebelum memasuki tahun baru dalam perhitungan Hindu, seluruh umat Hindu harus melaksanakan beberapa ritual keagamaan, salah satunya adalah Upacara Tawur Agung Kesanga (baca: Kesange). Tawur Agung Kesanga merupakan upacara wajib, simbol dari penyucian diri yang dilaksanakan satu hari sebelum Catur Bhrata Penyepian atau Hari Raya Nyepi. Upacara ini juga bermakna sebagai wujud keselarasan antara umat manusia dengan alam. Biasanya, usai menggelar upacara, pada sore hingga malam hari digelar Pengerupukan dengan arak-arakan ogoh-ogoh di seluruh pelosok.
Dalam sebuah artikel dijelaskan, upacara Tawur Agung Kesanga adalah upacara Bhuta Yadnya yang dilakukan untuk kesejahteraan dan keselarasan alam. Yadnya ini dilaksanakan manusia untuk kesejahteraan alam. Dalam Sarasamuscaya disebutkan, untuk mewujudkan Catur Warga, manusia harus menyejahterakan semua mahluk. Dalam Bhagavadgita pun disebut, karena makanan, mahluk hidup menjelma, karena hujan tumbuhlah makanan, karena persembahan atau yadnya turunlah hujan, dan yadnya lahir karena kerja.
Keseimbangan dan keselarasan alam menjadi fokus utama selama hidup di dunia. Dalam Tawur Agung Kesanga, umat Hindu melaksanakan beberapa ritual yang memiliki arti-arti tersendiri, antara lain:
Gebogan
Ialah sesajen bersusun buah-buahan dan bunga. Gebogan merupakan simbolik rasa syukur atas berkat yang telah diberikan oleh Ida Sang Hyang Widhi Tuhan Yang Maha Esa, serta memohon prana/prani, sehingga setelah mendapat anugerah bisa kembali dinikmati. Jenis buah yang disajikan pun berbeda-beda, sesuai dengan perkembangan jaman. Apa yang kita makan, itulah yang dipersembahkan. Di tingkat lokal Bali, buah-buahan yang wajib ada dalam hari raya meliputi pisang, jeruk, sawo, mentimun, dan tebu batangan.
Gebogan biasanya dipertanggungjawabkan oleh para ibu dan gadis-gadis untuk disajikan ke pura. Tinggi rendahnya ukuran dan isian gebogan dibuat berdasarkan keikhlasan dan kemampuan masing-masing individu. Namun, ada juga yang menilainya sebagai bentuk apresiasi seni dan estetika. Selain sebagai rasa syukur, makna dari sajian ini adalah tidak dibenarkan bila dalam membuat Gebogan hanya untuk pamer kepada orang lain, yang pada akhirnya mengambinghitamkan agama.
Banten Caru
Selain Gebogan, ada juga Banten Caru. Banten Caru merupakan sesajen yang dipersembahkan untuk alam semesta. Sesajen yang diberikan berupa hasil bumi dan hewan ternak (ayam, bebek, anjing, dan lainnya). Banten Caru bermakna sebagai sesaji untuk memohon keseimbangan antara manusia dengan lingkungan sekitar (alam). Sesaji ini dikumpulkan dan kemudian dibacakan doa-doa.
Upacara Segehan Agung
Upacara ini merupakan salah satu bentuk penyambutan tamu oleh tuan rumah. Biasanya, Upacara Segehan Agung dilakukan oleh seorang pedande (pemimpin ritual keagamaan) pura setempat. Biasanya, penyambutan dilakukan saat para tamu memasuki gerbang utama. Pedande tersebut kemudian menyambutnya dengan membacakan doa-doa, dan memecahkan satu buah telur ayam dan kelapa.
Tari Rejang & Baris Tombak
Tari Rejang dan Tari Baris Tombak adalah salah satu prosesi ibadah yang dilaksanakan dalam Upacara Tawur Agung Kesanga. Tarian ini tak hanya berfungsi sebagai pelengkap belaka. Keduanya menceritakan tentang asal usul perayaan Tahun Baru Saka dan Catur Bhrata Penyepian. Sebagaimana layaknya ibadah pada umumnya, jika Tari Rejang dan Tari Baris Tombak ini tidak dilakukan, maka Upacara Tawur Agung Kesanga dianggap belum sempurna. Fakta lainnya, tarian ini hanya boleh dilakukan oleh anak perempuan dan anak laki-laki yang masih suci atau belum beranjak dewasa (Akil Baligh).
Tari Topeng
Selain Tari Rejang dan Tari Baris Tombak yang menceritakan tentang Hari Raya Nyepi, Tari Topeng juga merupakan tarian yang menceritakan tentang makna dari Catur Bhrata Penyepian. Tari Topeng merupakan sebuah tarian di mana sang penari (biasa dimainkan lebih dari 2 penari) menggunakan topeng dengan berbagai karakter wajah. Tiap karakter wajah mewakili dari makna kehidupan umat manusia bumi. Selain menari, penari Tari Topeng juga memberikan kisah-kisah atau pesan-pesan keagamaan kepada umat Hindu yang hadir. Tak jarang, mereka yang hadir tertawa mendengar pesan jenaka dari para Penari Topeng. Pesan-pesan yang diberikan dalam Tari Topeng biasanya dalam campuran Bahasa Bali dan Indonesia. Sama halnya dengan dua tari sebelumnya, Upacara Tawur Agung Kesanga dianggap belum lengkap jika tidak ada Tari Topeng.
Pekuluh Rawuh
Pekuluh Rawuh merupakan tahapan yang harus dilaksanakan oleh umat Hindu yang datang dari berbagai pura sebelum memasuki tempat ibadah. Pekuluh merupakan hantaran yang dibawa oleh rombongan umat Hindu tiap pura dan dibawa dengan cara menjunjung Pekuluh tersebut di atas kepala. Pekuluh juga biasanya memiliki bentuk yang tinggi menjulang dan berisi berbagai hasil bumi dan hasil olahan bumi lainnya.
Makna dari Pekuluh adalah sebagai rasa syukur dan terima kasih kepada Sang Hyang Widi atas nikmat yang telah diberikan. Nantinya, setelah kegiatan ibadah selesai dilaksanakan, hantaran atau isi dari Pekuluh tersebut akan dibagikan kembali kepada umat. Satu hal yang menarik, Pekuluh biasanya dibawa oleh para perempuan, baik ibu-ibu maupun anak perempuan yang sudah dewasa.
Surye
Surye merupakan sebuah payung yang berwarna putih dan kuning. Kedua payung ini merupakan ornamen yang selalu ada di setiap pura dan memiliki makna tersendiri. Warna putih merupakan lambang suci, sedangkan kuning memiliki arti kemuliaan. “Filosofi yang terkandung adalah setiap manusia itu suci, namun belum tentu mereka memiliki kemuliaan. Maka dari itu, Surye kuning lebih tinggi derajatnya dari Surye putih,” jelas I Gusti Made Dana, Ketua FKUB Jakarta Utara. Tak hanya itu, Surye juga merupakan simbolisasi persembahan kepada Dewa Matahari. Umat Hindu percaya bahwa Tuhan mengirimkan anugerahNya melalui sinar matahari.
Nunah Tirte
Setelah menjalani rangkaian ibadah, Pinandita (pemuka agama umat Hindu) menghampiri para umat yang masih duduk bersimpuh. Pindita membawa nampan yang berisi air suci dan beras. Kemudian Pindita memercikkan air suci tersebut kepada umat satu persatu, setelah air dipercikkan umat diperkenankan untuk mengambil sejumput beras yang kemudian ditempelkan ke kening.
Beras Panca Warna
Di akhir upacara Tawur Agung Kesanga, Pinandita membagikan beras pancawarna kepada semua umat Hindu yang hadir. Beras yang berwarna hitam, putih, kuning, merah, dan brumbun. Umat Hindu percaya, beras pancawarna ini mampu melindungi lingkungan sekitar dari Bhuta Kala.(kebudayaanindonesia.net)