Roh dan Warisan Leluhur dalam Keris Bali

Keris Bali
RADIO SUARA WAJAR – Bagi masyarakat Bali, keris memang dianggap sakral. Benda yang banyak memiliki lekukan di sisi pinggirnya itu dipandang sebagai benda pusaka dan senjata pamungkas di wilayah peperangan. Bahkan, keris melambangkan perlawanan terhadap roh jahat melalui perlindungan dewa-dewa.
Secara historis, keris Bali adalah bagian dari peninggalan kekuasaan Kerajaan Majapahit. Konon, pengaruh kebudayaan Majapahit sangat kuat sehingga alat peperangan seperti keris diadopsi pula oleh kerajaan-kerajaan di Pulau Dewata. Secara filosofis, keris Bali dipandang sebagai perlambang dari nilai ajaran kehidupan agama Hindu. Bahkan, mereka memiliki hari tertentu untuk bersembahyang saat akan merawat kesucian dari keris pusaka miliknya. Keris juga dipandang sebagai benda yang memiliki estetika di dalam kehidupan masyarakat di sana. Hingga kini keris malah masih dipandang sebagai perlambang kekuatan dan simbol kekuasaan.
Biasanya, penganut Hindu yang menyimpan keris pusaka Bali menentukan pembersihan berdasarkan perputaran bulan terhadap bumi. Sedangkan penentuan hari ritual pencucian disesuaikan dengan penanggalan kuno Hindu Bali. Perlakuan terhadap keris pun bersifat sakral. Maklum, keris dianggap memiliki kekuatan magis. Mereka percaya keris adalah manifestasi dari roh para leluhur. Biasanya, keris seperti itu disebut Keris Tayuhan, yang pembuatannya mementingkan tuah ketimbang keindahannya, pemilihan bahan besi, dan pembuatan pamornya. Keris semacam itu biasanya wingit, angker, memancarkan perbawa dan kadang menakutkan. Karena itu, sebagian masyarakat Bali rela bersusah payah untuk sekadar memperoleh keris yang bertuah.
Keris Bali adalah salah satu warisan kuno yang keberadaannya masih diminati kalangan pemburu dan pecinta seni keris. Bahkan, hingga kini beberapa pembuat keris Bali masih bertahan, meski jumlahnya hanya bisa dihitung jari.
Proses pembuatan keris pun tak terlepas dari adat dan kepercayaan Hindu Bali. Dalam setiap pembuatannya, seorang ahli keris harus melakukan ritual terlebih dahulu. Mereka wajib bersembahyang untuk memanjatkan doa kepada sang pencipta dan Dewa Taksu yang juga Dewa Keselamatan. Melalui izin Dia-lah, Para pembuat keris berharap besi yang mereka tempa dapat menjadi keris yang sempurna.
Setiap proses pembuatan juga membutuhkan sesaji agar keris yang dihasilkan sesuai dengan yang diinginkan. Bahkan, untuk mendapatkan keris yang bermutu bagus seorang pembuat keris harus berpuasa terlebih dahulu, sebagai bentuk penyucian diri secara jasmani dan rohani. Seorang pembuat keris menggunakan beberapa macam bahan logam, yakni besi nikel dan baja perak atau titanium.
Penggunaan logam dari zaman ke zaman memiliki beberapa perbedaan mendasar. Proses pembuatan keris sebelum Abad ke-19 masih menggunakan bahan biji logam mentah yang ditambang dari alam. Logam yang digunakan pada abad tersebut tidak melewati proses peleburan. Tak heran, kandungan logam bisa terdiri dari berbagai macam unsur logam, dari titanium sampai tembaga. Sedangkan setelah Abad ke-19, pembuatan keris menggunakan logam bekas yang telah melalui proses peleburan di pabrik.
Meski pembuatannya terkesan sederhana, diperlukan tehnik khsusus untuk menciptakan keris bermutu. Besi-besi nikel harus dipanaskan terlebih dahulu sehingga menyusutkan besi hingga benar-benar pipih. Suhu pemanasan bisa mencapai 400 derajat Celcius. Proses penempaan dan pelipatan juga harus dilakukan sampai ribuan kali hingga besi itu dapat disatukan. Sedangkan untuk pelapisan logamnya digunakan bahan yang kuat seperti baja dan titianium. Para pembuat keris biasanya menggunakan titanium sebagai bahan pelapis akhir. Soalnya, beratnya lebih ringan ketimbang baja.
Biasanya unsur titanium didapatkan dari bebatuan meteorit. Bahan meteorit inilah yang nantinya dapat menimbulkan pamor atau bentuk uliran seperti garis tak beraturan yang menyerupai pusaran air. Proses pembentukan menjadi keris yang sempurna dapat memakan waktu satu hingga enam bulan.
Selain membuat kerisnya, para ahli keris pun harus dapat membuat warangka dan danganan keris, yakni sarung dan gagang keris yang indah. Bahan dasar warangka dan danganan terbuat dari kayu pinus dan arang. Agar terlihat indah, biasanya dihias dengan logam perak dan emas. Pengukiran danganan biasanya menggambarkan dewa-dewa dan betara sesuai kepercayaan Hindu Bali.
Keunikan dan kesakralan keris Bali membuat orang mencarinya, baik untuk kepentingan ritual atau sekadar untuk dikoleksi. Tak berbeda dengan keris Jawa, karakter utama dari keris Bali adalah lekukan yang diciptakan dalam proses penempaan. Sesuai dengan pakem yang mengikuti keris Jawa, maka jumlah lekukan harus selalu berjumlah ganjil. Pembuat keris beranggapan, keris yang sempurna selalu berjumlah ganjil karena memiliki filosofi tertentu.
Keris di Bali tak hanya sebagai benda yang memiliki kaidah seni. Tapi, juga memiliki fungsi sebagai bagian ritual umat Hindu Bali. Salah satunya dalam upacara Pasopati. Dalam upacara ini, keris pusaka leluhur di Puri Kajanan Kesiman, akan disucikan. Upacara Pasopati adalah ritual agama Hindu Bali yang bertujuan mensucikan benda-benda sakral dari pengaruh buruk yang bersifat adarma. Karena benda tersebut hasil buatan manusia.
Pedande atau pendeta agama Hindu pun bersiap memulai upacara. Tak lupa, beberapa sesajian dipersiapkan sebagai syarat persembahan bagi Sang Hyang Widi Wasa. Selain mensucikan keris pusaka, proses pensucian kali ini juga bertujuan membersihkan energi negatif dari rangde atau topeng yang berwujud seram. Dalam prosesi ini, keluarga dan sanak saudara di Puri Kajanan Kesiman menyiapkan segala sesajian yang digunakan untuk upacara. Sesajian maupun dupa diletakkan khusus di tajuk sebagai perlambang penghormatan kepada para leluhur dan Ratu Gede yang juga titisan sang dewa.