Petahana Naikkan Bansos
BANDARLAMPUNG, RADIO SUARA WAJAR – Alokasi dana bantuan sosial (bansos) dan hibah 2015 di lima kabupaten/kota yang menggelar pemilukada meningkat secara drastis. Kabupaten Pesawaran masuk 10 besar daerah dengan peningkatan dana bansos paling tinggi di Indonesia.
Berdasarkan hasil riset Public Virtue Institute (PVI), belanja hibah dan bansos di Pesawaran membengkak pada tahun pemilukada sebesar Rp19,7 miliar (168,4%), Lampung Timur Rp24,6 miliar (111,71%), Bandar Lampung Rp31,38 miliar (69,08%), Way Kanan Rp10,55 miliar (54,1%), dan Lampung Selatan Rp8,241 miliar (32,3%).
Pemilukada Pesawaran diikuti calon petahana Aries Sandi, di Bandar Lampung ada petahana Herman HN dan Tobroni Harun, Lampung Selatan Rycko Menoza-Eki Setyanto, Way Kanan Bustami Zainudin, dan Lampung Timur Erwin Arifin. Namun, KPU Lamtim memutuskan untuk menggugurkan Erwin.
Peneliti PVI, Resa Temaputra, menjelaskan lembaganya melakukan riset digital dengan menggabungkan data di infopilkada.kpu.go.id milik Komisi Pemilihan Umum dan info-anggaran.com milik Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas Fitra).
PVI, kata dia, mengamati peningkatan alokasi dana bansos dan hibah di daerah yang menggelar pemilukada dan ada calon petahana yang maju. “Kenaikan hibah ini dilihat dari perbandingan dalam APBD 2014 dengan APBD tahun Pemilukada 2015,” kata dia, saat dihubungi Lampung Post, Rabu (11/11).
Lembaga yang bergerak untuk mendorong demokrasi melalui pemanfaatan platform digital ini meriset 123 daerah yang memiliki calon petahana. Hasilnya, 89 provinsi/kabupaten/kota memiliki kenaikan belanja bansos dan hibah pada tahun ini. Bahkan, di Kabupaten Konawe Utara terjadi peningkatan dana bansos hingga 1.884%.
Resa mengatakan alokasi belanja hibah dan bansos yang sangat besar ini rentan disalahgunakan calon petahana. Peningkatan alokasi dana yang begitu besar saat tahun pemilukada semakin menguatkan dugaan tersebut.
Menurutnya, Badan Pengawas Pemilu dan Panitia Pengawas Pemilu sulit untuk membuktikan penyalahgunaan anggaran tersebut karena APBD bukan menjadi ranah pengawasan mereka. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang bisa mencermati dugaan penyelewengan anggaran.
“Warga dan lembaga swadaya masyarakat bisa turut memantau dengan menanyakan kejelasan anggaran bansos dan hibah ke pemda,” kata dia.
Dia menambahkan ada empat pola yang biasa dipakai untuk menyelewengkan dana bansos dan hibah. Pertama, membuat penerima hibah fiktif. Kedua, memberikan bansos dan hibah secara berulang kepada satu lembaga. Ketiga, pemotongan dana. Keempat, memberikan dana ke lembaga yang diisi oleh kerabat atau keluarga petahana.
“Ada satu pola lagi. Jika kepala daerah tidak maju lagi, APBD sudah dipersiapkan untuk membantu penerusnya,” kata dia.
Resa menduga dana bansos dan hibah sudah dicairkan sebelum calon petahana lengser. Bansos dan hibah bisa diberikan setelah APBD disahkan. Pencairannya tanpa harus tender, cukup dengan pengajuan proposal saja.
Anggota Bawaslu Lampung, Nazarudin, mengatakan besarnya dana bansos pada tahun pemilukada cenderung disalahgunakan. “Kami pernah minta Panwaslu Pesawaran untuk mencari data bansos dan hibah. Panwaslu mengaku tidak ada data dari Pemkab. Justru kami kaget baca di media bahwa bansos membengkak dari tahun sebelumnya,” kata dia.
Nazarudin mengaku khawatir dana bansos dimanfaatkan untuk kemenangan calon petahana. Pihaknya terus melakukan pengecekan data bansos dan aliran dananya. Jajarannya masih berupaya mendapatkan data dana bansos tersebut. “Dikhawatirkan dana bansos digunakan untuk membiayai umrah seseorang atau kegiatan sosial dan ternyata setelah dia diumrahkan malah menjadi tim sukses,” ujarnya.
Nazarudin menambahkan pihaknya sudah menerima data dana bansos dari tujuh kabupaten/kota yang menggelar pemilukada. Hanya Pesawaran yang tidak memiliki data bansos.(lampost.co)