KWI: Tewasnya TKI Dalam Insiden Kapal Tenggelam Hendaknya Dorong Perubahan Kebijakan

Ilustrasi
RADIO SUARA WAJAR – Menurut Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), insiden tewasnya 14 tenaga kerja Indonesia (TKI) di perairan Malaysia hendaknya mendorong pemerintah Indonesia untuk menyediakan perlindungan dan peluang yang lebih baik bagi warga negara supaya mereka tidak mencari pekerjaan di luar negeri.
“Negara yang diberi mandat untuk menyejahterakan masyarakat. Persoalan TKI bukan hanya soal administrasi, tapi pertama negara harus memberikan lapangan kerja di tempat asal mereka sehingga mereka tidak keluar,” kata Pastor Paulus Christian Siswantoko, sekretaris Komisi Keadilan-Perdamaian dan Pastoral Migran-Perantau KWI kepada ucanews.com, Jumat (4/9).
Pastor Siswantoko menyampaikan pernyataan tersebut sehari setelah sebuah kapal yang mengangkut puluhan TKI tanpa dokumen tenggelam di perairan Malaysia. Menurut siaran pers Kedutaan Besar Republik Indonesia di Kuala Lumpur, Malaysia, sedikitnya 14 orang tewas, sementara regu penyelamat masih melakukan pencarian terhadap korban lainnya.
Namun hingga hari Minggu kemarin, jumlah korban tewas semakin bertambah. Menurut laporan media, 57 korban tewas sudah ditemukan. Harian Kompas mengutip siaran pers dari Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia yang mengatakan bahwa semua jenazah disemayamkan di tiga rumah sakit: RS Ipoh, RSS Sabak Bernam, dan RS Teluk Intan.
Pastor Siswantoko berharap agar insiden itu menjadi momentum bagi pemerintah untuk mengubah cara dalam memproses pemulangan TKI tanpa dokumen dari negara-negara tetangga. Negara memiliki tanggungjawab untuk memperhatikan warga negara, katanya.
“Kalau bicara soal yang paling bertanggungjawab, ya negara. Negara memberi jaminan bahwa warga negara bisa bekerja dengan aman, baik,” katanya
Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah mengatakan bahwa organisasinya menduga kuat bahwa masih banyak TKI yang bekerja di Malaysia terpaksa pulang dengan menggunakan moda transportasi kapal karena birokrasi dan mahalnya transportasi serta mahalnya denda yang diberikan kepada TKI tanpa dokumen.
Hidayah meminta pemerintah Indonesia dan Malaysia untuk mengevaluasi kebijakan pemulangan TKI tanpa dokumen di bawah International Marketing and Net Resources (IMAN).
Pastor Siswantoko juga mengatakan bahwa Gereja Katolik menyayangkan bahwa masih banyak TKI tanpa dokumen. “Pertanyaannya, mengapa mereka masih menggunakan cara-cara ilegal seperti ini? Apakah karena memang prosedurnya yang sulit? Apakah biaya yang mahal?” tanyanya.
Sementara itu, Nusron Wahid, kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), mengatakan bahwa institusinya mungkin mengalami kesulitan dalam mengidentifikasi semua korban karena status mereka yang tanpa dokumen.
“Di sinilah pentingnya kerja dengan prosedur yang benar. Kalau inprosedural, kesulitan melacak dan memenuhi hak-hak pekerja,” katanya.
“Tapi prinsipnya akan kita bantu dan antarkan sampai keluarga,” tegasnya.(ucanews.com)