Senjata Tradisional Riau
Pedang Jenawi
Dalam alam Melayu, dikenal pula nama pedang jenawi. Mata pedangnya terbuat dari besi kualitas baja sedangkan hulunya terbuat dari tembaga. Pedang jenawi inilah yang dipakai oleh para mujahid Melayu di Riau sewaktu agresi menentang Belanda dalam kurun waktu 1947-1949. Daerah pertempuran yang cukup dahsyat antara lain adalah Cerenti dan Kuala Indragiri, di mana Pak Boyak (abang budayawan Riau Idrus Tintin) gugur sebagai syuhada. Keunggulan pedang jenawi adalah bisa ditebaskan ke kiri dan ke kanan, di samping dapat menjadi tombak diarahkan ke depan. Dengan demikian pedang jenawi dapat memberikan ancaman dari tiga arah. Kalau orang Melayu sedang mengamuk dengan pedang jenawi, menentang musuhnya (kafir Belanda) maka dia dengan pedang jenawi akan mengatakan: “rambah ke kanan rambah kelayau. Rambah ke kiri rambah keladi”. Artinya, pedang itu bisa merambah sasarannya seperti lembutnya batang kelayau dan batang keladi: tidak terasa tapi mematikan.
Pedang jenawi hanya dipegang oleh para pejuang yang bukan sembarangan. Orang ini niscaya andal dalam bersilat tetapi lebih-lebih adalah orang yang cukup zuhud dalam Islam. Karena itu langkahnya, dipandang oleh anak buahnya bukan langkah sembarangan tapi langkah yang telah meminta ridha pada Allah Swt. Ia mungkin bersembahyang dua rakaat sebelum membawa pedang jenawi ke medan jihad. Beladau (Wikipedia): adalah belati dari Indonesia. Pisau ini umumnya dikenal di daerah Sumatera dari Riau sampai Mentawai. Senjata ini merupakan senjata tikam dan senjata sayat. Panjang pisau ini biasanya sekitar 24cm. Beladau memiliki bermata pisau tunggal atau bermata dua,bentuk pisau melengkung. Pisau dari gagang ke ujung semakin runcing dan melengkung ke suatu titik. Pisau memiliki punggung pusat. Tepi pemotongan adalah pada sisi cekung dari pisau. Gagang baladau ini terbuat dari kayu dan mengkilap, dengan ujung yang berbentuk menonjol seperti kacang. Para selubung biasanya terbuat dari kayu dan berbentuk oval di bagian lintas tengah.
KepRi: Badik Tumbuk Lado
Badik Tumbuk Lado merupakan senjata tradisional yang berasal dari Kepulauan Riau. Badik sendiri merupakan sebutan untuk senjata tradisional yang dikenal di kalangan masyarakat bugis dan beberapa daerah di Sumatera. Sedangkan, Tumbuk Lada atau Tumbuk Lado (Riau) adalah senjata tradisional masyarakat Melayu dan masyarakat Semenanjung Melayu. Tak heran jika badik tumbuk lado memiliki kemiripan dengan senjata dari daerah di semenanjung melayu lainnya bahkan dengan Negara tetangga malaysia.
Kepulauan Riau ditinggali oleh berbagai ras dan etnic. Akan tetapi, mayoritas penduduknya yang juga penduduk asli adalah bangsa melayu. Oleh karena itu, kebudayaan dari daerah Riau ini banyak memiliki kesamaan dengan wilayah yang berpenduduk asli melayu lainnya. Badik Tumbuk Lado adalah sejenis senjata tikam berukuran 27 sampai 29 cm dan lebar nya sekitar 3.5 sampai 4 cm. senjata ini tidak hanya dipakai oleh masyarakat Jambi, dan juga memiliki kesamaan dengan badik Bugis hanya berbeda dalam bentuk dan motif sarung badiknya saja. Tidak hanya di dalam negeri, Malaysya juga memiliki senjata tardisional yang sama, baik secara nama dan bentuk. Hal ini tidak terlepas dari latar belakang masyarakat melayu yang tersebar di indonesi, malaysia, Filipina, vietanam dan sepanjang semenanjung Melayu. Sama halnya dengan keris, badik juga merupakan salah satu identitas yang mencirikan bangsa Melayu.
Tidak diketahui kapan pastinya awal mula Badik Tumbuk Lado digunakan sebagai senjata oleh orang Melayu. Akan tetapi, sejaka dulu orang Melayu terutama masyarakat Melayu kepulauan Riau menggunakan Badik Tumbuk Lado untuk berburu dan mempertahankan diri dari serangan musuh. Selain itu, Badik Tumbuk Lado juga mempunyai fungsi estetis yakni badik biasanya digunakan sebagai pelengkap baju adat pria Melayu terutama saat pesta pernikaha. Bukan hanya berfungsi sebagai pelengkap baju adat saja, badik tumbuk lado juga menyimbolkan keperkasaan dan kegagahan seorang pria. Sebetulnya, filosofi Badik Tumbuk Lado tidak jauh berbeda dengan keris jika keris seringkali disebutkan sebagai symbol pemersatu bangsa Melayu. Badik pun begitu, karena pada hakikatnya senjata dibuat sebagai alat yang memudahkan manusia juga sebagai lambang keberanian bukan sebagai symbol permusuhan.
Sampai saat ini Badik Tumbuk Lado masih digunakan oleh masyarakat kepulauan Riau untuk melakukan kerja produksi seperti bercocok tanam atau berburu. Beberapa adat setempat juga masih mempertahankan badik sebagai pelengkap busana adat pria. Hanya saja, saat ini badik sudah tidak lagi sebagai senjata tajam yang berfungsi dalam perkelahian. Kini, masyarakat melayu sudah memfungsikan Badik untuk fungsi-fungsi lain karena sekarang sudah banyak senjata api beredar dan juga Badik dianggap sudah tidak praktis lagi untuk dibawa kemanapun pergi.