Renungan Harian, Kamis 17 November 2016

Kamis Biasa XXXIII, PW St. Elisabet Hongaria

Bacaan: Lukas 19:41-44

19:41 Dan ketika Yesus telah dekat Yerusalem dan melihat kota itu, Ia menangisinya, 19:42 kata-Nya: “Wahai, betapa baiknya jika pada hari ini juga engkau mengerti apa yang perlu untuk damai sejahteramu! Tetapi sekarang hal itu tersembunyi bagi matamu. 19:43 Sebab akan datang harinya, bahwa musuhmu akan mengelilingi engkau dengan kubu, lalu mengepung engkau dan menghimpit engkau dari segala jurusan, 19:44 dan mereka akan membinasakan engkau beserta dengan pendudukmu dan pada tembokmu mereka tidak akan membiarkan satu batupun tinggal terletak di atas batu yang lain, karena engkau tidak mengetahui saat, bilamana Allah melawat engkau.”

Renungan

Yerusalem merupakan sebuah simbol agung bangsa Yahudi. Yerusalem juga menjadi identitas bangsa Yahudi dengan Bait Allah-nya. Pusat hidup mereka ada di sana. Setiap tahun mereka wajib menuju ke Yerusalem untuk beribadah. Yerusalem merupakan tempat strategis bagai masyarakat dan pemerintahan.

Yerusalem dengan segala gelar yang melakat padanya, harusnya menjadi tempat untuk menjadikan orang taat pada hukum agama dan sekaligus menghantar umat pada Allah Yahwe. Namun yang terjadi justru sebaliknya. Ada bagitu banyak penyimpangan dan ketimpangan justru terjadi di sana. Yesus menyucikan Bait Allah menjadi tanda yang jelas akan hal itu. Altar Kudus Bait Allah justru malah menjadi pasar profan. Bingkainya adalah untuk yang kudus, namun isi dan prakteknya justru sebaliknya.

Kisah dua orang imam dan lewi yang menemukan orang sekarat karena dirampok namun justru menjauh juga menjadi bentuk ‘penyimpangan’ Yerusalem Bait Allah. Karena alasan kudus, mereka justru membiarkan sesamanya mati. Yerusalem baru menjadi sekedar pada tataran ritual. Karena ritus, orang menjadi anti terhadap sesamanya, menyingkirkan mereka yang dianggap tidak layak; memeras mereka yang lemah, tempat mencari keuntungan dalam kesempitan.

Bagi mereka yang berkuasa di sekitar Yerusalem dan Bait Allah hal itu menjadi bentuk kenyamaan yang paten. Apapun yang akan mengusik kenyamanan, mereka akan bangkit dan melawan dengan dalih keagamaan dan kekudusan. Untuk itulah Yesus hari ini menangisi Yerusalem dengan segala dinamikanya. Yerusalem yang seharusnya menjadi tempat kebenaran sejati, justru menjadi tempat transaksi. Bahkan dalam peristiwa Yesus, Yerusalem justru menjadi tempat pembataian yang keji. Gambaran dari sifat-sifat kemanusiaan.

Pengajaran bagi kita bahwa tempat kudus jangan menjadi lahan perdagangan. Gereja seharusnya menjadi Yerusalem baru, tempat orang merasakan kasih Allah yang senantiasa mengalir kepada umat-Nya. Hasil sidang KWI berkaitan dengan ‘budaya korupsi’ mengatakan bahwa di dalam Gereja masih banyak praktik-praktik koruptif. Ini menjadi tanda nyata ‘ALTAR’ justru menjadi ‘PASAR’. Gereja menjadi tempat bertransaksi yang mencari keuntungan bagi dirinya sendiri. Alasannya altar, namun isinya pasar, jual beli atas nama Gereja.

Semoga kita mau belajar untuk menjadikan Gereja tempat kerahiman. Dimulai dari liturgi yang bekerahiman, bukan hanya sekedar sesuai persis dengan aturan. Ukurannya adalah dalam berliturgi kita berjumpa dengan Tuhan. Gereja sebagai tempat kerahiman merupakan tempat untuk merangkul kembali mereka yang hidup dalam perkawinan tidak sah untuk segera dibereskan. Gereja menjadi tempat yang damai untuk berkumpul dan berbagi iman, bukan berbagi hasil jarahan dan korupsi.

Bersama dengan Yesus, mari kita tangisi sikap-sikap kita yang sering kali justru membuat Gereja lemah. Bersama dalam Yesus kita bangkit menjadi Yerusalem baru yang menawarkan kasih dan kerahiman Allah.

Doa

Ya Tuhan, ajarilah kami untuk selalu mempunyai wajah kerahiman seperti yang Engkau berikan kepada kami. Semoga kami mampu menjadikan Gereja kami sebagai tempat untuk merasakan kasih dan kerahiman-Mu bagi siapa saja yang datang ke dalamnya. Tuhan, ajarilah kami menjadi penuh kasih dan kerahiman. Amin.

 

1282 Total Views 1 Views Today

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *