Renungan Harian, Jumat 30 September 2016
Jumat Biasa XXVI, PW. St. Hieronimus, Imam Pujangga Gereja
Bacaan: Lukas 10:13-16
Yesus mengecam beberapa kota
10:13 “Celakalah engkau Khorazim! Celakalah engkau Betsaida! karena jika di Tirus dan di Sidon terjadi mujizat-mujizat yang telah terjadi di tengah-tengah kamu, sudah lama mereka bertobat dan berkabung. 10:14 Akan tetapi pada waktu penghakiman, tanggungan Tirus dan Sidon akan lebih ringan dari pada tanggunganmu. 10:15 Dan engkau Kapernaum, apakah engkau akan dinaikkan sampai ke langit? Tidak, engkau akan diturunkan sampai ke dunia orang mati! 10:16 Barangsiapa mendengarkan kamu, ia mendengarkan Aku; dan barangsiapa menolak kamu, ia menolak Aku; dan barangsiapa menolak Aku, ia menolak Dia yang mengutus Aku.”
Renungan
Kebebalan dan ketidakmengertian adalah bagian dari hidup manusia. Salah satu tipe manusia yang menyebalkan adalah ketika sudah dijelaskan berkali-kali, ia tidak juga mengalami kemudengan, atau tidak mengerti. Ada tipe manusia yang memang perlu mendapat penjelasan berkali-kali supaya ia dapat mengerti satu perkara. Jika hanya sekali dua kali atau tiga kali, perkara itu tidak akan ditangkap dan dimengertinya. Karena tidak dimengerti, maka perkara itu tidak mendapat jalan keluarnya yang diperlukan.
Demikian juga Khorazim dan Betsaida yang hari mendapat celaka. Celaka itu bukan datang dari luar, namun celaka itu datang karena mereka sendiri tidak mau mengerti dan menerima tanda-tanda ilahi. Ditempat lain, yang mungkin lebih buruk dari tempat itu, jika terjadi seperti yang mereka alami, tempat lain itu akan mengalami pertobatan dan penyesalan. Dari yang tadinya berlaku tidak benar, karena peringatan itu mereka menjadi berbalik arah. Tetapi itu tidak terjadi di Khorazim dan Betsaida. Maka celaka semakin mendekati mereka, kesusahan dan siksaan akan menjadi bagai dari mereka yang tidak mau mendengar suara Tuhan.
Kapernaum yang dipandang sebagai tempat orang-orang baik juga mendapat kecaman dari Yesus. Orang-orang yang baik harus juga disertai dengan sikap mau mendengarkan Tuhan. Jika mereka mendengarkan Tuhan, maka apa yang mereka perdengarkan kepada orang lain adalah juga suara Tuhan, bukan suara mereka sendiri. Kecenderungan yang paling sering terjadi adalah banyak orang saleh yang hanya berhenti mewartakan dirinya sendiri, bukan mewartakan sabda Tuhan. Itulah Kapernaum yang bukannya diangkat ke langit, namun justru akan diturunkan sampai dunia orang mati. Kejayaan diri akan dikubur bersama kematiannya.
Bagi kita, mari kita belajar untuk peka mendengarkan suara-suara Tuhan. Karena kesibukan diri, kita sering kali tidak mudah mendengarkan suara Tuhan. Sementara Tuhan tidak berbicara dengan suara yang keras. Maka diperlukan kepekaan yang super tinggi untuk mendengarkan suara Tuhan dalam hidup kita. Mendengarkan berarti mau terlibat dan mempunyai sikap aktif serta partisipatif. Apa yang kita dengarkan itulah yang kita wartakan kepada orang lain. Jika kita mendengarkan diri sendiri, maka kita juga akan mewartakan diri sendiri kepada sesama. Jika kita mendengarkan Tuhan, maka sabda Tuhanlah yang kita wartakan kepada orang lain.
Mari jangan hanya membungkus kerohanian kita dengan kemanusiawian kita. Justru humanisme kitalah yang seharusnya kita bungkus dengan kerohanian, dengan nilai-nilai ilahi. Dengan demikian, kita mendengarkan suara Tuhan, dan kita mewartakan sabda Tuhan itu pada sesama kita.
Doa
Ya Tuhan, ajarilah kami untuk tidak jemunya mendengar sabda-sabda-Mu. Semoga kami berani untuk secara lebih peka mendengarkan Engkau dalam hidup kami. Semoga dengan demikian kami mampu untuk menjadi pewarta sabda-Mu dalam setiap hidup kami. Amin.