Renungan Harian, Senin 20 Juni 2016

Senin Biasa XII
Bacaan: Matius 7:1-5
Hal menghakimi
7:1 “Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi. 7:2 Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu. 7:3 Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui? 7:4 Bagaimanakah engkau dapat berkata kepada saudaramu: Biarlah aku mengeluarkan selumbar itu dari matamu, padahal ada balok di dalam matamu. 7:5 Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu.”
Renungan
Melihat orang lain bersalah jauh lebih mudah dari pada melihat kesalahan diri sendiri. Tuduhan bahwa orang lain bersalah belum tentu karena secara objektif orang itu memang bersalah. Tidak jarang ketika kita menuduh orang lain bersalah dikarenakan rasa iri atau merasa kenyamanan kita terancam. Karena merasa terganggu, sering kali seseorang menyalahkan orang lain dan menuduhnya bersalah. Lebih kejam lagi orang yang menuduh itu berusaha membuat tuduhannya benar, dengan menggunakan berbagai cara.
Kesalahan besar tidak lagi menjadi bagian dari rasa bersalah karena kesalahan itu sudah terlalu biasa hidup dalam diri seseorang. Orang yang sudah biasa mencuri tidak akan merasa bahwa mencuri itu salah dan tidak boleh dilakukan. Kepekaan dalam diri tentang rasa bersalah akan perkara itu menjadi negative, tidak dimilikinya lagi. Selingkuh itu sebuah kesalahan dan tentu saja sudah seharusnya yang melakukan merasa bersalah. Namun sekali berbuat dan tidak ketahuan, perbuatan kedua akan terjadi. Demikian seterusnya sehingga tidak lagi mempunyai rasa bersalah dalam hal demikian.
Kesalahan yang besar jika terlalu dekat dengan hidup kita, tidak akan nampak sebagai sebuah kesalahan. Balok yang terlalu besar di depan mata tidak akan tampak sebagai sebuah balok. Namun selumbar yang lebih kecil dari balok, bisa lebih kelihatan dari pada balok itu sendiri. Jika hidup kita sudah terlalu banyak dan terlalu besar berhadapan dengan kesalahan, kita cenderung tidak melihat kesalahan dalam diri namun melihat kesalahan orang lain jauh lebih mudah.
Maka diperlukan pengambilan jarak atas diri kita sendiri secara bertahap. Salah satu tujuan adanya retret tahunan selama satu minggu bagi para biarawan adalah sebagai salah satu proses untuk mengambil jarak dari hidup harian yang sudah biasa dilakukan. Tujuannya adalah agar kemampuan untuk memandang sekitarnya secara lebih objektif bisa terjadi.
Mengambil jarak dari diri sendiri dan mengevaluasi apa yang sudah terjadi seharusnya menjadi bagian dari hidup kita. Jika kita sudah tidak mampu mengambil jarak sejenak untuk hidup kita, kita akan dikuasi oleh kehidupan ini. Kepekaan untuk melihat yang baik dan benar menjadi hilang. Maka yang muncul adalah selumbar pada mata orang lain, bukan balok dalam diri kita.
Doa
Ya Tuhan, ajarilah kami untuk mampu melihat dengan mata hati kami mana yang baik dan mana yang tidak baik. Semoga kami berani untuk mengoreksi diri kami sendiri, tidak malu mengakui kesalahan. Semoga kami senantiasa mempunyai semangat untuk memperbaiki diri setiap hari agar kami mampu melihat kebaikan orang lain dalam hidup kami. Amin.





