Renungan Harian, Sabtu 14 Mei 2016

Pesta St. Matias, Sabtu Paskah VII
Injil: Yohanes 15:9-17
Perintah supaya saling mengasihi
15:9 “Seperti Bapa telah mengasihi Aku, demikianlah juga Aku telah mengasihi kamu; tinggallah di dalam kasih-Ku itu. 15:10 Jikalau kamu menuruti perintah-Ku, kamu akan tinggal di dalam kasih-Ku, seperti Aku menuruti perintah Bapa-Ku dan tinggal di dalam kasih-Nya. 15:11 Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya sukacita-Ku ada di dalam kamu dan sukacitamu menjadi penuh. 15:12 Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu. 15:13 Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya. 15:14 Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu. 15:15 Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa-Ku. 15:16 Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu. 15:17 Inilah perintah-Ku kepadamu: Kasihilah seorang akan yang lain.”
Renungan
Akhir-akhir ini media sosial baik elektronik maupun cetak dipenuhi dengan berita kasus kekerasan seksual, baik yang di bawah umur maupun yang sudah berumur. Bahkan presiden juga sudah mengeluarkan pernyataan bahwa kejahatan seksual terhadap anak khususnya, di Indonesia sudah menjadi level darurat. Artinya diperlukan tindakan yang segera dan tegas. Maka muncul gagasan untuk memperberat hukuman bagi para pelaku dengan cara kebiri secara kimiawi.
Ditengah macam-macam komentar dan tanggapan di kalangan tokoh-tokoh masyarakat, bersuara juga ibu Megawati. Kamis yang lalu dalam deklarasi Indonesia melawan kekerasan seksual, Ia mengatakan “Bisa jadi (pelaku melakukan pencabulan) hanya refleks dari kebutuhannya. Jiwanya pasti sudah takut, Oleh karena itu, para pelaku di bawah umur tersebut perlu didengarkan. Jika mereka dijatuhi hukuman, mereka harus terus-menerus didampingi atau diberi konseling. Terus menerus menanyakan apa perasaan dia, keluarga bagaimana, ibu bagaimana, pelaku juga harus kita pertanyakan. Bukan saya membela, tapi ini persoalan manusia. Kalau nanti dia keluar (dari hukuman penjara) dia penuh ketidakpengertian, yang ada jadi dendam,”
Menarik jika mencermati apa yang dikatakan oleh ibu Mega. Tidak berbicara siapa yang salah, ibu Mega mengajak pendengar untuk masuk dalam persoalan yang jauh lebih dalam: mengetahui bagaimana hidup seorang pribadi diliputi dengan kasih. Hukuman tetap diperlukan, tapi yang tidak kalah penting dari itu adalah menyapa dan menyentuh para pelaku berkaitan dengan latar belakang kehidupannya, kehidupan bersama keluarga. Secara singkat, pesan dari ibu Mega dapat dibahasan bahwa mungkin para pelaku tidak mendapat perhatian yang cukup dari keluarganya, dari orang-orang yang dekat dengannya. Hal itu kemudian muncul kepermukaan dengan kondisi saat ini. Ini adalah persoalan manusia.
Bercermin dari apa yang dikatakan Yesus hari ini, Yesus memberi perintah kepada setiap orang yang percaya kepada-Nya untuk saling mengasihi. Mengasihi bukan hanya sekedar pilihan hidup, tapi ini adalah perintah dari Yesus. Yesus tahu benar bahwa manusia memerlukan kasih, dan bahkan seorang pendiri tarekat mengatakan dengan jelas bahwa manusia menderita karena mereka menolak kasih.
Kebutuhan manusia akan kasih itu begitu besar, sehingga Allah mengutus Putera Tunggal-Nya ke dunia. Kasih itulah yang menjadikan manusia mampu berelasi lagi dengan Allah, karena kasih itulah manusia mampu hidup berdampingan dengan sesamanya. Karena kasih, manusia mampu mengembangkan diri, baik secara kualitas maupun kuantitas.
Melihat persoalan kekerasan seksual yang saat ini booming, rasanya kita bisa bercermin dan bertanya jangan-jangan memang karena para pelaku tidak mendapat kasih yang ia butuhkan, terutama dari orang-orang terdekatnya, keluarga inti dan keluarga besarnya. Mereka kehilangan dimensi kasih sehingga melihat yang lain sebagai objek, bukan sebagai subjek yang layak dikasihi dan mengasihi.
Ini adalah persoalan manusia, perkara kita juga. Kita juga harus berani mengakui jangan-jangan kita juga turut andil dimana kita tidak memberikan kasih itu kepada mereka. Hilangnya kasih tidak mungkin sekejap mata begitu saja. Pelan-pelan namun pasti, kasih itu akan semakin meredup jika kita tidak menjaganya, terlebih jika kita semakin menjauh dari sumber kasih itu sendiri.
Perintah Yesus bagi kita untuk saling mengasihi adalah level darurat juga jika kita menghadapi situasi yang demikian. Tidak hanya cukup manis dibibir, sebagai orang beriman kita perlu sungguh mengasihi secara konret mulai dari orang yang paling dekat dengan kita saat ini, atau orang-orang yang ada di sekitar kita dimanapun berada.
Mari berbagi kasih dengan tindakan sederhana: senyum, sapa, dan salam! Jangan dibalik urutannya, lakukan dari yang paling pertama kemudian kedua, dan ketiga. Awalilah setiap perjumpaan dengan sebuah senyuman, itu akan menghantar ada pada tindakan konkret ‘salam’. Semoga dengan demikian, sukacita sejati sungguh hadir ditengah-tengah kita.
Doa
Ya Tuhan, ajarilah kami untuk mengerti dan mengalami kasih. Semoga kami tidak pernah kehilangan kasih, terlebih kasih yang Engkau berikan sendiri. Semoga kami juga mampu untuk membagikan kasih yang kami miliki kepada orang-orang yang ada di sekitar kami. Amin.




