RD Vincent Le Baron, MEP
BANDAR LAMPUNG, POTRET SUARA WAJAR – RD Vincent Le Baron, MEP. Siapa tak mengenal sosok Imam ini? Banyak Paroki di Keuskupan Tankungkarang yang pernah merasakan kepemimpinan sosok sederhana dan dermawan ini. Dimanapun berada, Pastor kelahiran Noyant La Gravoyère Prancis ini selalu merasakan sifat dermawannya. Noyant La Gravoyère merupakan desa kecil yang terletak di tengah-tengah kota besar di Prancis yakni Angers dan Rennes.
Kedermawannya membantu orang-orang yang butuh pertolongan tanpa memandang agama dan status sosial membuat Romo Baron, begitu panggilan akrabnya, dicintai banyak umat. Tidak hanya orang katolik saja, tapi orang lain beragama berbeda yang pernah merasakan banyak pertolongannya.
Dering telefon seketika memecah kebisuan di Pastoran Gereja Paroki Maria Ratu Damai Teluk Betung Bandar Lampung pada Sabtu pagi, 13 Februari 2016. Di ujung gagngan telefon sana, terdengar suara Suster Celine HK dengan gaya “ketusnya”, menjawab pertanyaan Radio Suara Wajar. Untuk diketahui, tidak mudah menemui Romo yang telah beberapa tahun ini menetap di Pastoran Ratu Damai Teluk Betung ini. Walaupun telah tergolong lansia, tapi seabrek kegiatan di luar Pastoran masih digeluti Romo Baron setiap harinya.
Tak mendapat jawaban pasti apakah yang dicari ada di tempat, Suara Wajar pun bergegas mendatangi Pastoran yang hanya memiliki dua Stasi ini. Sesampainya disana tak selang berapa lama, orang yang dicari menampakan diri. Pandangan matanya yang telah rabun tak serta merta membuat mimik mukanya berubah menyambut. Setelah Suara Wajar mendekat dan menyebutkan identitas, barulah terlihat senyum ramah mengembang dari kedua bibirnya. Dia mengaku di kamar sebelum Suara Wajar datang, tengah asyik menonton wayang di televisi.
Dengan nafas yang terengah-engah, Romo Baron perlahan mulai menceritakan perjalanan hidupnya. Suaranya yang begitu parau dan terdengar berbisik membuat sulit untuk dicerna, termasuk Suara Wajar. Mic recorder pun terpaksa disodorkan hampir tak bersekat di mulut Romo Baron. Celoteh anak-anak SD yang setiap Sabtu berlatih pramuka di halaman pastoran turut mewarnai pagi ini.
Suster Celine HK, yang saat Suara Wajar datang, terlihat sibuk dengan tugas-tugas kesekretariatan Pastoran, sesekali turut membantu menerjemahkan jawaban yang dilontarkan Romo Baron.
RD Vincent Le Baron, MEP lahir di Noyant La Gravoyère Prancis 19 Agustus 1947. Le Baron adalah nama marga di negaranya yang artinya si pemenang. Dan lebih tepatnya dijelaskan Romo Baron, namanya mempunyai arti si pemenang, bangsa yang luhur. Dia merupakan anak pertama dari enam bersaudara.
Jiwa sosial yang begitu subur dalam dirinya memang telah tumbuh dari kecil. Sebelum menjadi seorang Imam, dia pernah menjadi volunteer di Vietnam selama dua tahun, dari tahun 1970-1972. Tepatnya di Laos, saat perang Vietnam pecah dengan gagah berani dia menjadi relawan dan mengajar disana. Bahasa Perancis dan Matematika menjadi senjatanya untuk mengajar anak-anak disana.
Seiring perjalanan hidupnya, cita-citanya semasa kecil menjadi seorang imam akhirnya mengantarkan Romo Baron ditahbis di tanah kelahirannya pada tanggal 04 Juli 1976. Romo Baron masuk menjadi imam misionaris Serikat MEP atau Mission Etrangères de Paris. MEP adalah Serikat Misi Luar Negeri Paris yang dibentuk pada tahun 1658.
Tidak pernah terlintas di benak anak dari pasangan Yohana dan Yosef Yusuf ini dapat menginjakan kaki di Indonesia. Tapi surat tugas sebagai Pastor ternyata membuatnya untuk menginjakan di negara kepulauan bernama Indonesia. Keuskupan Tanjungkarang menjadi tempatnya bertugas sebagai “seorang gembala”.
Saat masih baru-barunya di Indonesia dirasanya sebagai masa sulit karena harus beradaptasi dengan kultur dan budaya masyarakat setempat, temasuk bahasa. Walau sudah mahir berbagai bahasa seperti Inggris, Vietnam, Latin, dan Yunani, tapi saat sampai ke indonesia mau tidak mau harus mempejari bahasa setempat. Untuk belajar bahasa Indonesia, Romo Baron mengaku belajar di Bandung. Sedangkan untuk belajar bahasa Jawa dia harus berguru di Yogyakarta. Butuh beberapa tahun untuk bisa menguasainya. Seiring berjalannya waktu, akhirnya saat bertugas di Paroki Kota Gajah, Romo Baron berhasil menguasai bahasa Indonesia dan Jawa dengan fasih.
Catatan Injil tentang kehidupan Yesus memperlihatkan bahwa ia memahami benar kesulitan orang miskin dan sangat peka akan kebutuhan mereka. Yesus menganjurkan orang-orang yang ingin menjadi pengikutnya agar sadar akan kewajiban mereka untuk membantu orang yang berkekurangan. Inilah yang menjadi dasar Romo Baron dimanapun dia bertugas aktif membantu orang-orang yang membutuhkan pertolongannya. Saat bertugas di Paroki Baradatu dan Bakauheni menjadi masa-masa yang bekesan dalam kehidupan pelayanannya sebagai seorang Imam. Karena selain dapat melayani umat katolik disana, dia pun dapat menolong dan melayani orang-orang yang kesusahan seperti gelandangan dan narapidana di Lembaga Pemasayarakatan.
Unit Pastoral Liwa di Lampung Barat menjadi salah satu paroki favorit tempat tugas Romo Baron. Dia adalah Romo pertama yang bertugas disana, tepatnya pada tahun 1994 waktu pertama kali pastoran ini berdiri.
Romo Baron berkeinginan, apa yang dilakukannya sampai saat ini dalam tugas pelayanan sebagai gembala diikuti oleh para Imam lain, khususnya imam muda di Keuskupan Tanjungkarang. Dia ingin para Imam untuk tidak asyik bertugas di dalam tetapi juga lebih banyak memperhatikan sesama di luar Pastoran. Karena baginya umat Allah adalah semua orang, bukan orang katolik saja. Dia bersyukur, beberapa Romo mengukuti jejaknya seperti Romo Ucok, Roy, Wolfram, Janto.
Pesan itupun berlaku bagi orang muda katolik. Dia berharap agar orang muda untuk lebih peka memperhatikan orang lain yang membutuhkan pertolongan, tidak melulu di dalam gereja. Walau tidak mudah, tapi Romo Baron berharap agar orang muda katolik berani “tampil beda” menunjukan jati diri sesungguhnya seperti yang diteladani Yesus.
Pengalaman menolong orang yang membutuhkan tidak selalu berjalan mulus. Bahkan beberapa kali dia dibohongi. Tapi baginya itu tidak manjadi soal dan tidak membuatnya dendam, walaupun dia tahu bahwa dirinya dibohongi.
Disela kesibukannya Romo Baron secara rutin setiap tiga tahun sekali mengunjungi orang tua dan saudara di tanah kelahirannya di Prancis. Ibunya Yohana, saat ini masih diberikan anugrah umur panjang, tahun ini menginjak umur 95 tahun. Dia mengaku telah memiliki 23 keponakan di Noyant La Gravoyère. Saat ditanya dimana nanti dia akan menghabiskan sisa hidupnya, Romo Baron menjawab tegas, Indonesia. Bukan di tanah kelahirannya di Prancis. Baginya Keuksupan Tanjungkarang adalah tempat tugasnya sebagai pastor misionaris. Jadi, dia memilih Lampung sebagai tempat jasadnya kelak dikubur.***
Repoter : Robert
Narator : Sherly