Warga Sulut Bikin Petisi Tolak Transmigrasi
Warga Sulut Bikin Petisi Tolak Transmigrasi
MANADO, KOMPAS.com – Program transmigrasi yang dikemukakan oleh Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (DPDTT) Marwan Jafar mendapat penolakan dari sebagian warga Sulawesi Utara (Sulut). Mereka menerbitkan petisi menolak wilayah Sulut sebagai salah satu daerah tujuan transmigran.
“Wilayah Provinsi Sulut cukup padat dengan jumlah penduduk sekitar 2,4 juta jiwa dan dukungan lahan untuk pembukaan usaha pertanian dan perkebunan semakin menipis, belum lagi topografi Sulut yang rawan bencana alam,” ujar Joppie Worek, salah satu pemrakarsa petisi tersebut, Rabu (15/4/2015).
Dia juga memberikan alasan, dalam 20 tahun terakhir Sulut telah menjadi tujuan migrasi penduduk secara spontan dari berbagai daerah seperti Maluku Utara, Gorontalo, Sulawesi Selatan, Papua termasuk dari Jawa.
“Kami kini menghadap beragam persoalan ekonomi yang terkait dengan kependudukan, ketenagakerjaan dan lapangan kerja. Demikian pula dengan infrastruktur seperti listrik, air bersih serta permukiman yang layak. Masak masih akan dijadikan lagi sebagai tujuan transmigran? Walau demikian masyarakat Sulut tetap menjunjung tinggi nasionalisme dan persatuan sebagai Bangsa Indonesia,” kata Worek.
Petisi yang kemudian dibagikan melalui berbagai media sosial itu mendapat ribuan tanggapan beragam dari masyarakat Sulut. Rata-rata mereka yang mengomentari petisi itu setuju dengan sikap penolakan tersebut. Kini, petisi itu sudah diunggah ke situs petisi change.org.
Sebelumnya, Marwan Jafar menyatakan ada sebanyak 30 pemerintah daerah yang menandatangani nota kesepakatan bersama bidang transmigrasi dalam lingkup kerja sama antar daerah antara daerah pengirim dan penerima transmigran.
Dari 30 daerah tersebut 17 merupakan pemerintah provinsi dan 13 kabupaten/kota. Adapaun tujuh provinsi pengirim transmigran yaitu Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Bali dan Nusa Tenggara Barat. Sementara 10 provinsi penerima transmigran yaitu Bangka Belitung, Sumatera Selatan, Bengkulu, Kalimantan Barat, Kalimantan Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara dan Maluku.
“Penyelenggaraan transmigrasi dirancang berdasarkan kebutuhan dan potensi masing-masing daerah, melalui kerjasama antara daerah pengirim dan penerima kita jadikan instrumen untuk mengintegrasikan kebutuhan dan keinginan daerah pengirim dengan daerah penerima, jadi transmigrasi benar-benar jadi solusi bagi percepatan pembangunan daerah,” ujar Marwan.
Menurut dia atas komitmen tersebut pemerintah pusat saat ini juga terus meningkatkan kualitas penyelenggaraan transmigrasi baik pada lokasi permukiman dan kawasan yang sudah ada, maupun yang dalam proses pembangunan.
“Pembangunan permukiman transmigrasi akan kita integrasikan dengan pemukiman warga setempat dengan memerhatikan ketersediaan lahan yang memenuhi kriteria 2C 4L yaitu clear and clean serta layak huni, layak usaha, layak berkembang dan layak lingkungan,” kata Marwan.
Pada Februari silam, Bupati Minahasa Tenggara James Sumendap secara terang-terangan menyatakan penolakan jika kabupaten yang dipimpinnya dijadikan sebagai lokasi penerima transmigran. Bahkan saat itu, Sumendap mengajak seluruh kepala daerah di Sulut menyatakan sikap yang sama.
“Masih banyak warga Sulut yang lebih membutuhkan lokasi transmigrasi secara lokal,” kata Sumendap saat menerima kunjungan Komisi IV DPRD Sulut waktu itu.