Renungan Harian, Selasa, 29 Desember 2015
Selasa, 29 Desember 2015
Hari kelima dalam Oktaf Natal
Bacaan I: 1Yoh 2:3-11
Inilah tandanya bahwa kita mengenal Allah, yaitu jikalau kita menuruti perintah-perintah-Nya. Siapa yang berkata, “Aku mengenal Dia”, tetapi ia tidak menuruti perintah-Nya, ia adalah seorang pendusta dan di dalamnya tidak ada kebenaran. Tetapi siapa yang menuruti firman-Nya, di dalam orang itu sungguh sudah sempurna kasih Allah; dengan itulah kita ketahui bahwa kita ada di dalam Dia. Siapa yang mengatakan bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup.
Saudara-saudara yang terkasih, bukan perintah baru yang kutuliskan kepada kamu, melainkan perintah lama yang telah ada padamu sejak semula. Perintah lama itu ialah firman yang telah kamu dengar. Namun kutuliskan kepada kamu perintah baru juga, yang benar di dalam Dia dan di dalam kamu; sebab kegelapan sedang lenyap dan terang yang benar telah bercahaya. Siapa yang berkata bahwa ia berada di dalam terang, tetapi ia membenci saudara seimannya, ia berada di dalam kegelapan sampai sekarang. Siapa yang mengasihi saudara seimannya, ia tetap berada di dalam terang, dan di dalam dia tidak ada penyesatan. Tetapi siapa yang membenci saudara seimannya, ia berada di dalam kegelapan dan hidup di dalam kegelapan. Ia tidak tahu ke mana ia pergi, karena kegelapan itu telah membutakan matanya.
RENUNGAN:
“Siapa yang mengasihi saudara seimannya, ia tetap berada di dalam terang, dan di dalam dia tidak ada penyesatan” (1Yoh 2:10).
Yesus menginginkan agar kasih kita satu sama lain menjadi tanda yang paling kuat bagi dunia mengenai kasih Allah dan Injil. Manakala kita mendiskusikan metodologi penyebaran kerajaan Allah, maka semua kata yang ada dalam dunia hampir tidak mampu menyaingi kesaksian-hidup dari kasih sejati yang serupa dengan yang telah ditunjukkan Kristus sendiri. Mengapa? Karena kuasa dosa telah memisahkan dan mengisolasi, sedangkan kesaksian penyembuhan dan rekonsiliasi antara orang-orang menunjukkan kekuatan Allah yang jauh lebih besar.
Yesus bersabda kepada para murid-Nya: “Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu”. Dapatkah kita membayangkan betapa berbedanya keluarga kita, lingkungan/wilayah/paroki kita atau tempat kerja kita masing-masing, jikalau kita saling mengasihi satu sama lain seperti Yesus telah mengasihi? Apabila kita mematikan semua kemarahan, ketamakan, fitnah, umpatan, kepahitan, gosip, kecemburuan dlsb., maka kita akan mempunyai sebuah dunia yang damai-sejahtera!
Santo Yohanes menulis: “Siapa yang mengatakan bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup” (1Yoh 2:6). Kita suka menghaturkan doa permohonan kepada Tuhan namun apakah kita juga memohon karunia untuk mau dan mampu mengasihi orang lain seperti Yesus telah mengasihi? Berapa banyak dari kita umat Kristiani yang menghaturkan doa permohonan agar dapat mengasihi seperti Yesus telah mengasihi?
Kadang kala orang-orang menyakiti hati kita. Mungkin juga ada orang-orang yang secara sengaja menyakiti hati kita. Oleh karena itu kita dapat merasa wajar atau merasa dibenarkan apabila kita menanggapinya dengan kemarahan dan penolakan. Namun demikian, ingatlah bagaimana Yesus memperlakukan orang-orang yang mendzalimi-Nya. Dia mengampuni mereka dan berdoa bagi mereka.
Sekarang, adakah seseorang dalam hidup anda yang sulit untuk anda kasihi? Lupakanlah apa yang harus dilakukan oleh orang itu. Pikirkanlah bagaimana anda akan menjadi seorang pelayan rekonsiliasi. Bagaimana anda akan mengasihi mereka agar mereka dapat masuk ke dalam kerajaan Allah? Memang semua ini tidak mudah dan tidak dapat terwujud secara instan. Namun kita harus ingat, bahwa kita mempunyai Roh Kudus yang hidup dalam diri kita dan dalam Dia tidak ada yang mustahil. Ingatlah juga bahwa buah rekonsiliasi dan saling mengasihi mengharuskan kita mati terhadap diri kita sendiri, artinya mati terhadap segala kepentingan diri-sendiri dalam segala bentuknya.
DOA:
“Ya Tuhan Yesus, penuhilah hatiku dengan kasih-Mu yang berkelimpahan. Berikanlah kepadaku rahmat yang kubutuhkan untuk mencapai rekonsiliasi dengan keluargaku, teman-temanku dan orang-orang lain. Amin.”