1.500-an Umat Katolik Stasi Ratu Damai Teluk Betung Ikuti Misa Rabu Abu

RD Philipus Suroyo saat mengoleskan abu di dahi umat pada Misa Rabu Abu, di Gereja Maria Ratu Damai Teluk Betung, Rabu, 06 Maret 2019.
BANDAR LAMPUNG, SUARAWAJARFM.com – Sekitar 1.500 an umat Katolik Stasi Ratu Damai Teluk Betung, Bandar Lampung ikuti Misa Rabu Abu di gereja setempat. Misa di Gereja Maria Ratu Damai Teluk Betung pada Rabu, 06 Maret 2019 pukul 18.00 WIB ini dipimpin oleh RD Philipus Suroyo.
Dalam homilinya Romo Roy, sapaan RD Philipus Suroyo, mengatakan abu yang digoreskan di dahi kita masing-masing merupakan tanda ungkapan pertobatan.
“Bukan hanya menerima abu, tetapi juga disertai dengan puasa, pantang, mati raga, amal kasih, doa yang tidak pernah kunjung henti,” kata Romo Roy.
Menurut Romo Roy debu dan abu menyadarkan manusia akan kesejatian siapa diri kita di hadapan Allah. “Kita ini adalah orang kecil tak bernilai hamba bersahaja. Tetapi yang menarik adalah tetap dicintai, bernilai dianggap sebagai pribadi yang bermartabat di hadapan Tuhan,” kata Romo Roy.
Masa Prapaskah ini menurutnya menjadi kesempatan bagi umat Katolik untuk mengintrospeksi dan memperbaiki diri. “Maka masa Prapaskah menjadi peluang bagi kita, untuk menyadari siapa diri kita, untuk merehabilitasi supaya kemulian, kemartabatan kita yang tercemar kerena dosa dipulihkan, dipugar kembali,” tegas Ketua Komisi Kerawam dan HAAK Keuskupan Tanjungkarang ini.
Dikatakan Romo Roy, Masa Prapaskan menjadi kesempatan baik untuk memulihkan hubungan yang retak dengan Tuhan akibat dosa-dosa yang kita perbuat.
“Debu dan abu merupakan simbol kehancuran, hati yang hancur, diri yang hancur, hancur karena dosa yang membawa kita pada kematian dan kebinasaan. Maka Masa Prapaskah, masa tobat retret agung menjadi kesempatan untuk dekat, memulihkan ikatan-ikatan yang selama ini retak,” kata Romo Roy.
Masa tobat bagi Umat Katolik ini menurut Romo Roy menjadi kesempatan untuk mengintrospeksi diri serta menghancurkan kesombongan dan keangkuhan yang menguasai diri kita selama ini.
“Kesombongan dan keangkuhan yang mungkin sering kali kita mengatakan tanpa Tuhan kita bisa berbuat apa saja. Tetapi masa Prapaskah menjadi peluang, saat untuk berintrospeksi dan menyadari bahwa tanpa Tuhan kita tak mampu berbuat apa-apa dan kita bukan siapa-siapa,” katanya.
Menurut Romo yang juga aktif di Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi Lampung ini mengatakan umat Katolik pada masa Prapaskah diminta untuk meninggalkan sifat sombong dan angkuh karena Tuhan menawarkan pengampunan.
“Maka sejatinya karena kita debu dan abu, tak ada sesuatu yang bisa kita sombongkan karena kita hakekatnya hina dan lemah. Namun masa Prapaskah menjadi peluang bagi kita untuk menyadari sekalipun kita hina kotor kita diberikan ruang untuk menformat kembali, karna Yesus yang hadir menawarkan dirinya memberikan cintanya untuk menebus dan memulihkan dosa-dosa yang mengotori hidup,” imbuhnya.
Pada masa Prapaskah Romo Roy juga meminta tidak hanya berpuasa dan berpantang saja namun juga meningkatkan relasi sosial dengan sesama, karena manusia sejatinya merupakan makhluk sosial.
“Memandang orang lain dengan mata Yesus dengan penuh empati, dan simpati serta memperlakukan orang lain sebagaimana yang orang lain yang memperlakukan kita. Masa Prapaskah menjadi kesempatan untuk menjadi pribadi yang sosial,” tuturnya.
Definisi Puasa dan Pantang
Menurut Romo Roy berpuasa dalam ajaran Katolik artinya makan kenyang satu kali sehari. “Tidak makan kenyang sekali. Makan kenyang satu kali satu hari. Kalau makan kenyang sekali, pagi kenyang, siang kenyang, malam kenyang. Tapi makan kenyang satu kali sehari,” tegas Romo Roy.
Sedangkan definisi pantang menurut Romo Roy ialah meninggalkan atau mengatakan tidak terhadap sesuatu yang membuat kita selam ini lekat, terpenjara tak bisa tidak, menjadi kelekatan daging.
“Salah satu contohnya misalnya bapak-bapak yang memang tidak merokok seakan kehilangan inspiras daya spirit hidup. Maka pantang yang paling tepat mengatakan No untuk tidak merokok, itu salah satu contoh pantang,” jelas Romo Roy.
Terakhir, Romo Roy menegaskan bahwa masa Prapaskan bukan hanya sifat lahir namun juga ungkapan batin dimana diri kita mau berbalik kepada Tuhan.
“Kita mau bertobat, bertekuk lutut, kita mau datang untuk menghampiri kerahimannya dan sadar betul, kita orang lemah. Supaya derajat kemanusiaan yang lemah ini, diangkat, dipulihkan oleh Dia. Dan membiarkan Dia bekerja dan secara leluasa untuk memeluk kita saupaya kita boleh mengalami kasihya.
“Selamat memasuki masa Prapaskah. Semoga retret agung menjadi peluang bagi kita untuk mengalami kerahiman Tuhan yang luar biasa dan kita boleh mengalami pemugaran, rehabilitasi sekaligus pemulihan atas kelamahan dan kedosaan kita sebagai manuia yang hina,” tutup Romo Roy dalam homilinya.***
Editor : Robert