Gafatar Memiliki Ajaran Lintas Agama
RADIO SUARA WAJAR – Santer terdengar Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) akhir-akhir ini mendapat tanggapan dari akademisi. Gerakan ini sebenarnya sudah lama muncul di Indonesia dengan pimpinannya Ahmad Musadeq tahun 2007.
Peneliti Senior Pusat Studi Keamanan dan Perdamaian Universitas Gadjah Mada (PSKP UGM), Muhammad Najib Azca mengatakan bahwa Gafatar sebenarnya bukan pisahan dari gerakan Islam radikal pada umumnya.
“Ini bukan ajaran Islam yang menyimpang. Ini semacam aliran dengan praktek lintas agama yang biasa disebut Milah Ibrahimah atau Agama Ibrahim. Jadi mereka mengakui kesamaan Islam, Yahudi dan Kristen,” kata Najib di Ruang Kerjanya, Selasa (12/1/2016), seperti dilansir Solopos.com.
Orang yang pernah meneliti keberadaan Negara Islam Indonesia (NII) di Jawab Barat ini melihat ada perbedaan cara perekrutan yang dilakukan Gafatar dengan NII.
Gafatar melakukan perekrutan dengan memakai cara kegiatan sosial dan tidak semuanya adalah muslim sedangkan NII langsung menanamkan ideologinya.
“Yang direkrut Muslim, Kristen hingga Katolik. Cara perekrutannya dengan kegiatan sosial. Setelah masuk dan terlibat dengan kegiatan mereka barulah ideologi ini ditanamkan pada anggotanya,” kata Najib.
Najib menuturkan kebanyakan yang direkrut kelompok ini anak muda yang masih belum memiliki dasar agama yang kuat. Dengan kegiatan sosial yang banyak membuat mereka seolah mendapatkan sandaran ideologi baru.
“Jika sudah demikian maka mereka bisa memasukkan ideologi Al Qiyadah Al Islamiyah. Berlahan dan pasti akhirnya mereka akan ikut karena menganggap aliran ini sangat cocok dengan keyakinan anak-anak muda itu. Sebab mengajarkan pengakuan pada semua agama,” kata Najib.
Transformasi
Najib melihat ada yang menarik dari Gafatar. Mereka mampu bertranformasi diri menjadi seperti sekarang ini dengan tidak memunculkan identitas keagamaan namun memakai Pancasila sebagai ideologinya.
“Kalau melihat di beberapa pemberitaan, mereka ini sudah mulai memakai Pancasila sebagai pintu masuk. Tentu saja akhirnya ajarannya bisa sangat diterima masyarakat Indonesia dengan mudah,” kata orang yang tertarik meneliti lebih lanjut Gafatar.
Kepala Divisi Humas Porli Irjen Anton Charliyan mengatakan, Musadeq diduga menjadi pemimpin dari kelompok tersebut.
“Salah satu pernyataannya (kelompok Gafatar), Nabi Muhammad bukan nabi terakhir, tapi ada utusan terakhir yakni AM yang ada di LP Cipinang yang merupakan guru besar utusan Gafatar ini. Satu orang anggota kelompok ini juga ada yang diproses ke pengadilan di Sulawesi Tenggara,” kata Anton di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (12/1/2016) sebagaimana dikutip dari Liputan6.com.
Saat di penjara, Musadeq pernah menyatakan diri bertobat dengan membaca syahadat. Informasi yang berkembang selepas bebas Musadeq pergi ke Amerika Serikat. Sepulang dari sana dia kembali ke Tanah Air membentuk Gafatar.