Hal Menghormati Orangtua

Oleh : RD Apolonius Basuki

Kalau ada sebuah keluarga  yang tidak peduli kepada orangtuanya,  Bapa – ibu  yang dulu pernah melahirkan, mendidik, dan mengajari kita  beriman dan kehidupan, maka itu sangat disayangkan. Misalnya orangtua tidak diperhatikan, dibentak – bentak bahkan kita tolak kehadirannya dalam kehidupan kita. Kakek – nenek kita pun yang usianya lebih lanjut dari bapa – ibu kita pastilah tenaga dan kekuatannya sudah menurun bahkan boleh jadi mereka akan kembali bagaikan kanak kanak seperti kita dulu ketika masih anak anak.

Jangan sia–siakan mereka. Ketika kita menelantarkan orangtua kita kalau mereka dipanggil Tuhan.  Dan kita menangisinya maka air mata kita hanya berisi penyesalan atau sebaliknya tangisan kita hanya sandiwara. Air mata kita air mata buaya.

RD Apolonius Basuki. Credit : Heri Djoni

RD Apolonius Basuki. Credit : Heri Djoni

Tujuan perkawianan adalah untuk membentuk persekutuan seluruh hidup untuk kebahagiaan suami – istri, memperoleh keturunan, dan pendidikan anak. Dan perkawinan yang suami – istri, keduanya dibaptis oleh Kristus diangkat ke martabat Sakramen. (Lih. Kan. 1055).

Ketika suami – istri menikah, mereka mengharapkan keturunan. Setelah memperoleh anak, suami – istri akan mendidik dan membesarkan anak, lalu anak menjadi besar dan dewasa.

Dengan bertambahnya usia orangtua  akan menjadi kaum usia lanjut, maka menjadi tugas anak – anak untuk merawat, menghormati,  dan mengasihi orangtua. Yang pernah melahirkan, mendidik, dan membesarkan kita.

“Hormatilah ayahmu dan ibumu, supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan Tuhan Allahmu kepadamu”(Kel.20:12), “janganlah membuang aku pada masa tuaku, janganlah meninggalkan aku apabila kekuatannku habis” (Mzm 71:9). Teks Kitab Suci tersebut sebuah perintah Tuhan dan seruan orangtua, yang takut dilupakan dan diabaikan.

Sama seperti Allah meminta kita menjadi alatNya untuk menderngarkan jeritan kaum miskin, demikian pula Tuhan mengharapkan kita mendengarkan jeritan kaum usia lanjut.  Hal tersebut menantang keluarga dan Gereja karena Gereja tidak dapat dan tidak mau menuruti mentalitas tidak sabar, apalagi tidak peduli dan menghina orangtua;  kaum usia lanjut.

Kita harus membangkitkan kembali kesadaran kolektif rasa syukur, pengharapan, keramahan, yang menjadikan orangtua;  kaum usia lanjut  menjadi bagian keluarga kita (Lih. Amoris Laetitia:Sukacita Kasih, no. 191).

Kalau ada keluarga yang gagal mengormati orangtua berarti keluarga tersebut terpecah belah, tidak rukun;  saling bermusuhan. Keluarga tersebut tidak mempunyai masa depan. Orangtua kita bisa mengajari kita banyak hal. Kisah hidup atau kesaksian orangtua sangat baik bagi anak – anak dan kaum muda juga untuk kita.

Doa dan restu orangtua sangat kita perlukan dalam perjalanan panjang kehidupan kita.  Kalau kita tidak bisa membahagiakan orangtua kita secara sempurna jangan menyakiti hatinya. Pun untuk orangtua kita yang sudah meninggal,  kita sangat perlu mendoakan mereka karena penasehat  terbaik adalah orang yang sudah meninggal.***

Editor : Robert

811 Total Views 1 Views Today

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *